Social Icons

Jumat, 27 Februari 2015

Mengenang Parma(lat), Mengingat Tanzi

thumbnail
Masalah finansial menimpa banyak tim Serie A dalam beberapa tahun terakhir. Namun tak ada yang lebih tragis dengan apa yang terjadi dengan AC Parma --kini FC Parma--, yang sempat menjelma menjadi salah satu klub dengan sederet prestasi.

Meski mengakhiri musim lalu (2013/2014) di posisi enam, Parma harus melewatkan hak tampil di kompetisi Eropa pada musim 2014/2015. Keputusan tersebut didapat Parma setelah Il Crociati terbukti tak membayar pajak dan tak membayar gaji beberapa pemain dan staf.

Bahkan, selain haknya itu dicabut (diberikan pada Torino yang finis di bawah Parma), skuat asuhan Roberto Donadoni tersebut dijatuhi hukuman denda sebesar 5.000 euro. Plus, mereka pun harus memulai musim ini dengan minus satu poin.

Setelah menerima hukuman-hukuman tersebut, masalah Parma belum tuntas sepenuhnya. Bahkan setelah tongkat kepemimpinan klub beralih dari Tommaso Ghirardi ke Ermir Kodra, nasib Parma masih berada di ujung tanduk. Kini mereka berkutat di zona degradasi dan Impian untuk kembali meraih kejayaan seperti satu dekade silam pun perlahan sirna.

Masa Jaya Parma

Sejak pertama kali menginjakkan kaki di Serie A pada 1990/1991, Parma muncul dengan kekuatan yang mengerikan. Di bawah asuhan pelatih legendaris Italia, Nevio Scala, sejumlah trofi berhasil diraih Parma pada beberapa tahun berikutnya.

Dimulai dari menjuarai Coppa Italia pada 1991/1992, sampai menjuarai Piala UEFA, Super Eropa, dan Piala Winners pada periode 1992 hingga 1995. Di Serie A, mereka pernah menjadi runner-up di musim 1996/1997, hanya kalah 2 poin dari sang juara, Juventus.

Pada masa itu, tak mengherankan memang jika Parma menjelma menjadi salah satu kekuatan baru Serie A. Bagaimana tidak, saat itu Il Gialloblu diperkuat oleh nama-nama seperti Hernan Crespo, Fabio Cannavaro, Dino Baggio, Fernando Couto, Enrico Chiesa, Lilian Thuram, Juan Sebastian Veron, Gianfranco Zola, dan Hristo Stoichkov.



Jika tak ada Parmalat, Parma tak mungkin bisa merekrut pemain-pemain tersebut. Ya, munculnya fenomena Parma pada awal 1990-an ini memang tak lepas dari mengorbitnya perusahaan penghasil susu tersebut.

Memimpin Parmalat sejak tahun 1961 saat usianya masih 22 tahun, Calisto Tanzi berhasil membuat Parmalat menguasai 50% pasar makanan Italia pada 1980 hingga 1990an. Saat itu Parmalat telah dikenal oleh pasar dunia. Perusahaan ini mempekerjakan lebih dari 36 ribu pegawai.

Di tahun 1991 ia memutuskan untuk membeli klub sepakbola lokal, Parma, yang saat itu baru saja ditinggal presiden Ernesto Ceresini yang mati secara tiba-tiba. Tak tanggung-tanggung, 98% saham Parma dibeli oleh Tanzi sebagai bukti passion-nya terhadap sepakbola Italia. Meskipun begitu, Giorgio Pedraneschi, anak Ceresini, masih menguasai memimpin Parma karena memiliki 2% saham.

Saat itu Parma masihlah sebuah klub kecil tanpa prestasi. Meski telah eksis sejak 1913, Parma belum pernah sekalipun tampil di Serie A, kompetisi tertinggi Italia. Parma menghabiskan masa lalunya dengan berlaga di Serie C dan Serie B.

Dengan gelontoran lira dari Tanzi-lah Nevio Scala, pelatih yang mengantarkan Parma promosi ke Serie A, cukup leluasa untuk menghadirkan pemain-pemain bintang dalam skuatnya. Akademi muda pun semakin disempurnakan sehingga Parma bisa menghasilkan pemain seperti Gianluigi Buffon dan Giuseppe Rossi.



Parma pun menggeliat dengan trofi demi trofi yang diraihnya. Dalam waktu yang singkat, 10 tahun sejak promosi, Parma berhasil meraih 3 Coppa Italia, 1 Serie A, 1 Super Coppa, 2 Piala UEFA, 1 Piala Super Eropa, dan 1 Piala Winners: 9 trofi dalam 10 tahun.



Atas raihan ini Italia pun memiliki tujuh klub yang tiap tahunnya bersaing untuk memperebutkan scudetto, trofi juara Serie A. Bersama AC Milan, Inter Milan, Juventus, AS Roma, Lazio, dan Fiorentina, Parma membuat Serie A mengenal istilah Sette Sorele atau Seven Sisters.

Namun pada tahun 2000, Hernan Crespo yang menjadi favorit Parmagiani, sebutan untuk pendukung Parma, dijual ke Lazio dengan nilai transfer 35,5 juta poundsterling. Tahun berikutnya, lulusan akademi terbaik Parma, Gianluigi Buffon, hijrah ke Juventus dengan nilai transfer 32,6 juta pounds, menjadi kiper termahal dunia. Dan pada musim panas tahun 2003, Lilian Thuram mengikuti jejak Buffon dengan bergabung Juventus dengan nilai transfer 41,5 juta pounds. Tahun 2003 adalah tahun pertama Parma finis di luar peringkat enam sejak pertama kali promosi ke Serie A. Dan pada tahun tersebut pula awan kelabu mulai menutupi langit-langit kejayaan Parma.

Kebangkrutan Parmalat, Kemunduran Parma

Pada Desember 2003, terungkap bahwa Parmalat mengalami kesulitan melunasi utang pajak sebesar 150 juta euro. Hal ini membingungkan banyak pihak karena banyak ahli percaya jika Parmalat memiliki tumpukan uang senilai 3,9 miliar euro di akun Bank of America.

Awalnya pihak perusahaan mengatakan bahwa tak ada masalah serius dalam diri Parmalat. Mereka berusaha meyakinkan semua orang dengan mengatakan utang tersebut akan terbayarkan dalam waktu dekat. Namun tak lama kemudian, masih di bulan Desember, perusahaan mengatakan bahwa 3,9 miliar euro tersebut tak pernah ada.




Nyatanya, transfer dari dan ke rekening pada akun Parmalat di Bank of America tersebut semuanya palsu. Selama ini Calisto Tanzi bersama dengan sejumlah keluarga dan eksekutif perusahaan melakukan penipuan dan penggelapan uang menggunakan rekening palsu ini. Untuk memuluskannya, mereka bekerja sama dengan Luca Sala, Kepala Perusahaan Keuangan Bank Of America di Italia.

Diteliti lebih jauh, nyatanya penipuan yang dilakukan Tanzi ini merupakan salah satu penipuan dengan rekening palsu terbesar di Eropa. Karena sebenarnya, utang pinjaman Parmalat terhadap Bank of America adalah 14,3 miliar euro, hampir empat kali lipat dari jumlah utang yang pertama kali terungkap.

Kreditor AS dengan cepat meluncurkan gugatan class action sebesar 10 miliar dolar. Pada Desember 2004, pemerintah Italia harus turun tangan dan untuk mempercepat selesainya kasus ini dengan undang-undang darurat mengenai proses perlindungan gaji, vendor dan kegiatan industri.

Alessandro Bassi, seorang pembantu Fausto Tonna, bunuh diri karena dinyatakan bersalah dalam kasus ini. Fausto Tonna sendiri merupakan direktur keuangan Parmalat selama 16 tahun, yang juga dikenal sebagai tangan kanan Tanzi. Pada 2008, Tonna mendapatkan hukuman 2,5 tahun penjara.

Masalah yang terjadi pada Parmalat tentu saja berpengaruh besar pada Parma yang 98% sahamnya dimiliki Parmalat. Pada tahun 2003 Parma mengumumkan kerugian operasi sebesar 77 juta euro. Mereka pun mulai mencari sponsor baru untuk menutupi hutang ini dan tetap bisa bertahan di Serie A.

Namun tak ada yang tertarik dengan kesebelasan yang berasal dari kota provinsi Parma ini. Keluarga Barilla yang memiliki dana segar yang menjadi target utama manajemen, tak tertatik untuk mengambil alih klub. Pembeli lain pun tak kunjung tiba. Klub pun dinyatakan akan segera pailit.

Untungnya Parma berhasil menemukan celah agar mereka bisa terus bersaing di Serie A. Lepas dari Parmalat, klub mengubah nama mereka dari AC Parma menjadi FC Parma. Perubahan ini ditujukan agar pendapatan televisi dari liga bisa mengalir ke klub. Parma pun masih bisa bernafas di Serie A.

Di tengah situasi klub yang kacau, para pemain sendiri tetap profesional dan fokus di lapangan. Pada musim 2004/2005, musim perdana tanpa Parmalat, di bawah tangan dingin pelatih Silvio Baldini, Parma berhasil melaju hingga babak semi final Piala UEFA..
Di saat yang bersamaan mereka harus tertatih di Serie A. Pada akhir musim Parma dan Bologna memiliki poin sama di papan bawah klasemen sehingga keduanya harus bermain pada laga play-off untuk menentukan siapa yang terdegradasi dari Serie A.

Parma cukup dilematis menghadapi situasi ini. Mereka harus memilih di antara fokus selamat dari degradasi atau mengejar trofi juara di Piala UEFA. Pada akhirnya, Baldini memilih memofkuskan anak asuhnya untuk bertahan di Serie A. Laga melawan CSKA Moskow pun dilepaskan dengan hanya menurunkan pemain cadangan pada leg kedua, leg pertama 0-0. Parma pun dijungkalkan dengan skor 3-0.

Awalnya rencana Baldini ini berjalan tak mulus. Kekalahan di Piala UUEFA diikuti dengan kekalahan Parma dari Bologna pada leg pertama play off dengan skor 1-0. Untungnya pada leg kedua, Alberto Gilardino dan Sebastian Frey bermain gemilang. Parma menang pada leg kedua dengan skor 2-0 meski bermain di kandang Bologna.

Persoalan Kembali Datang

Namun keberhasilan Parma bertahan di Serie A kala itu hanya menunda mereka untuk turun ke Serie B. Karena dua musim berselang, musim 2007/2008, Parma benar-benar harus terdegradasi karena hanya mampu finis di urutan ke-19. Parma pun kembali ke Serie B setelah 18 tahun bertahan di Serie A.

Parma berhasil kembali ke Serie A setelah hanya semusim berlaga di Serie B. Bersama pemilik baru yang membeli Parma pada awal tahun 2007, Tommaso Ghirardi, Parma menjadi juara Serie B dan kembali di Serie A. Hanya saja kini mereka seolah menjadi kesebelasan pelengkap.

Parma mengalami pasang surut setiap musimnya. Terkadang bisa bertahan di papan tengah, di lain kesempatan terseok-seok nyaris terdegradasi. Finis di urutan enam pada musim 2013/2014 adalah prestasi terbaiknya sejak kasus yang menimpa Parmalat.

Namun sayangnya, Parma kembali mendera krisis finansial. Ghirardi dan CEO klub, Pietro Leonardi, pun terkena hukuman 5 ribu euro karena tak sanggup melunasi utang pajak dan gaji pemain beserta stafnya. Mereka pun sempat dilarang aktif dalam sepakbola selama dua bulan. Era baru bersama konglomerat asal Siprus-Rusia pun sepertinya akan dimulai dari Serie B karena terancam degradasi.

Di Tempat lain, orang yang telah membesarkan nama Parma, Calisto Tanzi, kini telah berusia 76 tahun dan menghabiskan waktunya di balik jeruji besi yang terkunci, menjalani masa hukuman 17 tahun penjara. Meski banyak pihak yang membencinya atas apa yang dilakukannya, bagi sebagian pendukung Parma ia tetaplah pahlawan Parma. Ya, berkat perusahaan milik Tanzi, Parmalat, Parma (sempat) dikenal sebagai salah satu klub hebat di Italia.

Banyak orang yang kini hanya mengenal Parma sebagai sepotong kenangan manis dari masa lalu. Bayangkan, kenangan macam apa yang melintas di kepala Tanzi di balik jeruji penjara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kalau Mau Komentar Yang Baik Ya :)
Menggunakan Kata2 Kasar Akan Saya Hapus !!

 

Sample text

Sample Text

 

Welcome To Westlife Blog

Contoh Sliding Login Dengan JQuery

Disamping ini adalah contoh Sliding Login menggunakan JQuery. Login Form Disamping hanya Contoh dan tidak dapat digunakan layaknya Login Form FB, Karena Blog ini terbuka untuk umum tanpa perlu mendaftar menjadi Member

Tutorial Blog

Untuk membuatnya Silahkan : Klik Disini

Member Login

Lost your password?

Not a member yet? Sign Up!